Deskripsi Lengkap

Disertasi
No. Panggil DS-KOM 004/2025 Nan p
Judul Pengakuan Artifisial Media: Analisis Fenomenologi Interpretatif Atas Fenomena Reifikasi dalam Produksi Sinetron Religi Sub-Genre Azab
Pengarang Nanang Haroni
Penerbit dan Distribusi 2025
Subjek
Kata Kunci Sinetron Religi, Azab, Teori Pengakuan, Reifikasi, Analisis Fenomenologi Interpretatif
Lokasi Gedung MBRC Lantai 2
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
DS-KOM 004/2025 Nan p 2025-0004 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82404
Sampul
Abstrak
Penelitian ini menganalisis fenomena reifikasi atau pembendaan hal-hal yang bersifat abstrak dalam produksi sinetron religi sub-genre ?azab? dengan fokus pada pengalaman para pelaku di baliknya. Konsep reifikasi dalam penelitian ini merujuk kepada teori pengakuan Axel Honneth yang menegaskan bahwa pengakuan (atas cinta, hak dan solidaritas) merupakan kebutuhan fundamental bagi pembentukan identitas juga integritas manusia. Pada Honneth, reifikasi merupakan konsekuensi dari ketiadaan pengakuan. Melalui lensa teori ini, penelitian membaca pengalaman subyek-subyek dibalik produksi sinetron religi yang dapat diasumsikan telah memaknai ruang dan representasi pesan agama di media sebagai pengakuan tulus meskipun pada saat yang sama mereka juga merasakan kegelisahan terhadap tekanan komersialisasi. Untuk mengurai fenomena ini, penelitian menggunakan pendekatan Analisis Fenomenologi Interpretatif yang merekomendasikan penggalian atas pengalaman subyektif individu dan bagaimana pengalaman tersebut dimaknai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku industri sinetron religi merasakan adanya pengakuan terhadap makna media sebagai sarana penyebaran pesan moral dan ruang artikulasi dakwah tokoh agama. Namun dalam pengakuan ini juga tersirat kegelisahan subyek terhadap kecenderungan instrumentalisasi media atas makna spiritual tersebut. Sebagai siginifikansi, peneliti memperkenalkan konsep Pengakuan Artifisial: bentuk pengakuan yang tampak tulus dan memberdayakan tetapi sebenarnya bersifat semu dan memiliki tujuan instrumental. Konsep ini mengeksplisitkan pengakuan ideologi Honneth dalam penggunaannya untuk konteks media, meskipun kemudian terbuka untuk fenomena-fenomena lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa pemahaman pekerja profesional media tentang kompleksitas konsep ?azab? mengabaikan tafsir teologis yang beragam dan berbasis nalar kritis. Pemaknaannya hanya bersumber pada interpretasi tunggal dan dikuatkan pemahaman simplikatif dalam cerita masyarakat. Dengan demikian, konsep ?azab? yang sudah mengalami reifikasi di tingkat masyarakat, dibawa ke dalam representasi media sebagai komoditas untuk melayani logika industri ketimbang mewujud sebagai pesan agama yang rasional dan mendalam. Fenomena ini menggambarkan akar moral dari praktik representasi agama di media tampak cacat serta berpotensi menciptakan pola pikir simplistik dan tidak kritis di tengah masyarakat.