Penelitian ini mengeksplorasi ketangguhan keluarga migran pelaju dari perspektif
perempuan dalam konteks relasi jarak jauh di era digital. Dengan pendekatan
explanatory sequential mixed methods, studi ini mengintegrasikan model empat level
ekologi (mikro, meso, ekso, makro) dan tiga elemen ketangguhan (risk factor,
protective factor, dan good outcome). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perempuan pelaju menghadapi beban ganda: di satu sisi menjalankan peran publik
sebagai pencari nafkah, di sisi lain tetap dituntut hadir secara emosional dan domestik
melalui komunikasi digital, pengasuhan jarak jauh, serta pengelolaan konflik keluarga
dari kejauhan. Mereka juga tak luput dari stigma sosial, terutama ketika dianggap
mengabaikan peran keibuan atau dinilai tidak sesuai norma gender tradisional.
Sementara itu, perempuan yang ditinggal melaju mengemban peran rumah tangga
secara penuh, menghadapi tekanan sosial serupa, mengandalkan dukungan komunitas,
dan mengelola dinamika emosional serta pengasuhan anak dengan beban psikososial
yang kompleks. Ketangguhan keluarga muncul bukan hanya dari respons terhadap
tekanan?seperti stres emosional, ekonomi, atau konflik peran gender?tetapi juga
dari relasi yang dibangun melalui komunikasi digital, fleksibilitas peran, dan nilai
spiritual. Namun, keterbatasan dalam pengambilan keputusan bersama serta minimnya
dukungan kebijakan menjadi hambatan serius. Temuan ini menyoroti ketangguhan
sebagai proses sosial berlapis yang membentuk ulang peran perempuan dalam migrasi
domestik-temporer.
Deskripsi Lengkap