Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi praktik moderasi dalam komunitas pornografi
virtual. Moderator di komunitas pornografi virtual berperan dalam membentuk dan
menerapkan kebijakan tentang standar konten pornografi yang dinilai ?layak? untuk disebar.
Studi-studi sebelumnya menjelaskan standar komunitas sebagai basis dalam menentukan jenis
konten pornografi seperti apa yang dinilai terlalu ?ekstrem?. Melanjutkan studi-studi
sebelumnya tentang pengimplementasian standar komunitas, penelitian ini menggunakan
konsep standar komunitas dan keragaman fantasi seksual untuk menganalisis praktik moderasi
dalam konteks komunitas pornografi virtual. Peneliti berargumen adanya negosiasi moderatoranggota untuk mencapai titik kompromi yang tepat dalam menentukan standar jenis konten
pornografi yang dinilai ?layak? untuk disebar, di mana standar komunitas harus mampu
melindungi anggota dari paparan konten pornografi yang dinilai terlalu ?ekstrem?, namun
anggota tidak terlalu dibatasi saat ingin berekspresi lewat membagi konten pornografi yang
beragam dari sisi jenis dan intensitasnya. Penelitian dilakukan terhadap komunitas visual novel
?student transfer?, di mana anggota membagikan cerita narasi fantasi seksual mereka untuk
membangun relasi serta mendapatkan validasi dari anggota lain. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan teknik etnografi virtual dan wawancara mendalam. Temuan
penelitian menunjukan bahwa standar komunitas terkait konten pornografi ?layak? didasarkan
oleh standar yang terbentuk di lanskap pornografi secara umum, dimodifikasi melalui proses
negosiasi moderator-anggota di dalam komunitas, dan diimplementasikan melalui proses reviu
moderator yang subjektif dalam memahami dan menginterpretasikan standar yang berlaku.
Penelitian ini menemukan tendensi pereduksian saat mengategorisasikan konten pornografi
?ekstrem? dalam negosiasi moderator-anggota, diakibatkan oleh normalisasi penyimpangan
sebagai bagian dari fantasi seksual personal. Hal ini ditunjukan dari penerimaan terhadap childexploitative content, rape culture, dan woman sexualization dalam skala tertentu,
memunculkan pertanyaan terhadap efektivitas proses moderasi dalam memastikan keamanan
berinteraksi di ruang virtual.
Deskripsi Lengkap