Media sosial memiliki kemampuan membentuk kembali struktur sosial dengan
menciptakan lingkungan interaksi yang memengaruhi cara orang berpartisipasi.
Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif berbasis data sekunder, termasuk buku,
artikel jurnal, laporan BNPT, dan analisis isi untuk memahami dinamika tersebut. Model
4N (need, narrative, network) digunakan untuk memetakan kaitan antara individu,
kelompok teroris ISIS, dan peran media sosial dalam mendorong radikalisasi, sementara
Networked Publics Theory digunakan untuk menjelaskan bagaimana media sosial
memfasilitasi proses tersebut. Pendekatan ini diterapkan pada konten propaganda ISIS
yang diperoleh dari platform X, Facebook, Instagram, dan Telegram. Hasil analisis
menemukan lima tema besar dengan pola narasi yang sengaja didistorsi untuk
menyesatkan pemaknaan audiens termasuk ajakan jihad yang dilegitimasi lewat ayat-ayat
agama yang dipetik tanpa konteks, dikotomi tajam ?kami versus mereka,? serta gambaran
kekerasan ekstrem berupa pemenggalan dan penembakan terhadap musuh. Narasi-narasi
ini diproduksi dan disebarkan untuk menjangkau individu yang sedang mencari makna
atau identitas, yang pada gilirannya menjadi rentan terhadap interpretasi keliru. Dengan
fitur-fitur media sosial yang mendukung personalisasi konten, paparan berulang terhadap
narasi serupa berpotensi menciptakan echo chamber, di mana algoritma memperkuat
preferensi individu dan mengkonstruksi keyakinan seolah-olah narasi tersebut adalah
kebenaran mutlak.
Deskripsi Lengkap