Antroposentrisme telah lama menjadi fondasi dalam produksi pengetahuan dan praktik hubungan internasional, membentuk cara pandang yang memusatkan manusia sebagai satu-satunya subjek yang bermakna. Kecenderungan ini turut mengaburkan relasi kuasa dan eksklusi yang lahir dari pemosisian yang hierarkis antara manusia dan nonmanusia. Meskipun berbagai pendekatan kritis terus tumbuh dalam disiplin hubungan internasional, kritik mendalam terhadap warisan antroposentris masih jarang dilakukan secara sistematis. Dalam konteks ini, pascahumanisme hadir sebagai tawaran konseptual yang menggugat batas-batas epistemik dan ontologis warisan rasionalitas modern. Tulisan ini mengulas 42 literatur yang terindeks dalam Scopus guna mengeksplorasi artikulasi diskursus kritis pascahumanisme dalam hubungan internasional. Tiga tema utama yang mengemuka dalam kajian ini adalah (1) Penataan Ulang Relasi Global dalam Perspektif Pascahumanisme, (2) Reartikulasi Ranah Kajian HI dalam Lanskap Pascahumanisme, dan (3) Keterbatasan Ontologis dan Epistemologis Pascahumanisme dalam HI. Hasil kajian menunjukkan bahwa pascahumanisme menawarkan sensibilitas etis yang mendobrak dikotomi manusia-nonmanusia serta membuka ruang bagi cara memahami dunia yang lebih reflektif, relasional, dan inklusif. Pendekatan ini mengusulkan artikulasi politik global yang lebih empatik, dengan mengedepankan keberadaan yang rentan, relasi yang saling terjerat, dan bentuk-bentuk kehidupan yang selama ini tak terwakili dalam paradigma dominan hubungan internasional.