Perkembangan feminis HI telah berdiri sejak fase awal HI yang melihat negara sebagai aktor
tunggal. Suara feminis pun kemudian menggugat konsep keamanan dan perdamaian yang
masih menitikberatkan keberadaan keamanan negara, tanpa memperhatikan kehadiran
perempuan. Suara ini pun akhirnya mendorong pembentukan Resolusi DK PBB 1325 sebagai
sebuah agenda yang berusaha dalam menghadirkan perempuan dalam keamanan dan
perdamaian (WPS). Resolusi yang telah berdiri selama 25 tahun ini pun pada kenyatannya
masih menimbulkan banyak perdebatan di kalangan feminis, khususnya mengenai peran
perempuan sebagai agen aktif keamanan dan perdamaian. Kajian literatur ini akan berusaha
dalam menganalisis agenda WPS melalui lensa feminis HI dengan menggunakan metode
taksonomi. Dengan didasarkan pada 51 literatur yang terdiri atas artikel jurnal dan buku,
kajian literatur ini akan membahas mengenai WPS melalui tiga tema utama, yakni: (1) Inklusi
gender dalam keamanan dan perdamaian; (2) Dinamika agenda WPS; dan (3) Ragam isu dan
kritik WPS. Kajian literatur ini pun kemudian bertujuan untuk memberikan pemetaan
terhadap konsensus, perdebatan, dan sintesis yang lahir dari agenda beserta implementasi
WPS yang telah dilakukan selama ini. Adapun, kajian literatur ini menemukan bahwa dalam
konsep WPS yang telah hadir belum terlaksana secara penuh oleh seluruh negara yang
mengadopsi WPS. Hal ini terlihat dari temuan yang memperlihatkan adanya faktor-faktor
esensial yang turut menjadi pendukung dari keberhasilan agenda WPS. Faktor tersebut
tercermin dari kondisi sosial politik negara hingga partisipasi publik yang tinggi. Kajian
literatur ini pun juga menemukan bahwa kesenjangan yang selama ini dibawakan oleh Teori
Kritis masih relevan dalam menjelaskan kesenjangan implementasi WPS pada negara dunia
ketiga.
Deskripsi Lengkap